Luwu Utara,Masamba Linteranews – Salah satu Tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Luwu Utara,Bimas Syarifuddin yang juga merupakan salah satu kordinator LSM Makaritutu
memenuhi panggilan penyidik Polres Masamba, Senin 8 Juni 2020 lalu.
Hal ini terkait kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan H Musallang terhadap
Bimas Syarifuddin. Akan tetapi dibalik semua itu, terungkap soal lokasi perumahan nelayan yang merupakan program Kementerian PUPR ternyata dipindahkan ke Desa Poreang, Kecamatan Tanalili. Padahal lokasi sebelumnya berada di Malangke, Luwu
Utara, di atas lahan milik Muh Said.
Kembali soal laporan, Bimas Syarifuddin. Ia berada di Polres sekitar pukul 10.30 wita didampingi,pengacaranya, Hilal S Wahid SH.,MM. Panggilan penyidik tentu saja sehubungan dengan laporan dugaan tindak Pidana Pencemaran Nama Baik yang diadukan H. Musallang, Ayah kandung dari Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani.
Begitu masuk keruangan Unit Tipiter, sebagai terlapor Bimas langsung diperiksa oleh
penyidik.Saat dimintai keterangan, Bimas seketika menampik untuk memberi keterangan dan menunjuk Wahid S Lukman SH untuk menjawab pertanyaan penyidik tersebut.
Ketika itu Hilal S Wahid kemudian menjelaskan bahwa pemeriksaan Bimas sehubungan dengan postingan pada media social akun fb
Bimas yang mengupload rekaman suara Bupati Luwu Utara dan beberapa masyarakat
nelayan di Desa Poreang Kec. Tanalili menyangkut kisruh 56 unit perumahan nelayan
serta gambar/foto perumahan tersebut yang memang sudah banyak beredar
sebelumnya.
Menurut Hilal, pada postingan gambar dan suara yang diterima Bimas entah
darimana, lalu kemudian Bimas menambahkan kata-kata yang selanjutnya oleh
beberapa oknum membagikannya dalam media fb.
Terhadap kata-kata yang ditambahkan dalam rekaman foto dan suara tersebut H.
Musallang tidak menerimanya dan merasa dicemarkan nama baiknya, sehingga
melaporkannya ke Polres Luwu Utara karena menurutnya apa yang dilakukan oleh
Bimas Syarifuddin tersebut melanggar ketentuan pasal 45 ayat (3) UU No. 19
Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) juncto pasal 27 UU No. 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Artinya H. Musallang menyangak melakukan perbuatan yang“dipertanyakan” oleh Bimas.
Jadi kalimat atau kata-kata yang ditambahkan oleh Bimas pada akun fbnya, pada
dasarnya hanya mempertanyakan atau bertanya “benarkah H. Musallang ikut ?”
kira-kira begitu,” kata Hilal.
Jadi, lanjut Hilal, bukan menuduh, demikian pula kata-kata “dugaan” (diduga
melibatkan H. Musallang), jadi hanya menduga karena sebagai aktifis LSM tentu merasa terpanggil untuk mengusut dan
mencari jawaban pertanyaan tersebut serta mengungkap kebenarannya dan itu
merupakan tugas dan kewajiban lembaganya.
“Nah, apakah salah jika kita menduga atau mempertanyakan keterlibatan
seseorang? Pertanyaan dan dugaan Bimas itu bukan tanpa dasar, karena ketika
dilakukan dengar pendapat di ruang sidang DPRD Luwu Utara beberapa waktu lalu
ada disentil nama H. Musallang, demikian pula dikalangan beberapa tokoh LSM
maupun beberapa warga Poreang menyebut nama itu ketika membahas/diskusi
mengenai hal yang berkaitan dengan pungutan tidak resmi alias pungli terhadap
warga nelayan yang ingin menempati perumahan yang memang disiapkan oleh
pemerintah secara gratis, jadi wajar dong jika ada yang mempertanyakan
keterlibatan seseorang yang melakukan pungutan liar dan dikemanakan uangnya,”
tutur Hilal.
Sebagimana diketahui, masih kata Hilal, bahwa perumahan yang diperuntukkan bagi
nelayan yang dibangun di Desa Poreang, Kecamatan Tanalili, berbuntut kisruh
karena diduga adanya pungutan yang dilakukan melalui aparat Desa terhadap warga yang
berminat menempati perumahan tersebut, pada hal itu tidak diperbolehkan dan
sebagai aparat Desa apalagi seorang Bupati mengetahui persis aturan itu,
sementara dalam rekaman suara terdengar penjelasan Bupati yang bahkan akan
mengembalikan dana warga yang telah menyetor, “ini uangnya pak Soleman dikasi
kembali mana dompetku” perintah Bupati kepada stafnya, kata-kata itu keluar dari
mulut Bupati ketika salah seorang nelayan mempertanyakan dengan nada protes,
“mengapa dibeda-bedakan ada yang membayar ada yang tidak”.
Lanjut Hilal, terdengar pula suara Bupati yang menekankan bahwa sudah ada
kesepakatan tentang pembayaran tersebut kenapa ada lagi yang protes, katanya.
Seharusnya Bupati menindaki aparatnya yang melakukan pungli dan bukan
melanggar ketentuan yang digariskan pemerintah pusat, artinya kesepakatan yang
dibuat dan ternyata melanggar aturan akan batal demi hukum sebagaimana
ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, salah satu syarat lahirnya
perjanjian/kesepakatan adalah “sebab yang halal” artinya tidak melanggar aturan,
jangankan Bupati, Kepala Desapun seharusnya memahami ketentuan itu, coba simak
baik-baik rekaman tersebut, kata Hilal, sementara Bimas disampingnya mengangguk
mengiyakan.
Lokasi perumahan nelayan yang merupakan program Kementerian PUPR pada mulanya
berlokasi di Malangke diatas tanah bersertifikat dipinggiran pantai, ketika
pekerjaan baru saja dimulai tiba-tiba pihak pemerintah meminta dihentikan dan
beberapa waktu kemudian lokasi dipindahkan ke Desa Poreang, Kecamatan Tanalili
pas berdampingan dengan lokasi empang milik H. Musallang yang merupakan ayah
kandung Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani.
Sementara itu, Muh Said, anggota DPRD Luwu Utara sebagai pemilik
lahan/sertifikat pada lokasi di Malangke yang dibatalkan secara sepihak oleh
pemerintah, merasa terkecoh padahal sertifikat sudah dihibahkan ke Pemda dan
bahkan sudah balik nama. “Sekarang saya mendesak dan meminta kembali sertifikat
tanah saya. Saya juga berharap agar pihak Kementrian PUPR turun tangan dalam
masalah ini. Dan saya juga akan menuntut secara hukum jika haknya tidak
diberikan,” tegasnya.
Seperti diketahui, sebanyak 56 Unit Rumah Khusus Nelayan, di Desa Poreang
Kecamatan Tanalili, sudah diserahterimakan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) ke Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara, Kamis
(19/9/2019) lalu. Penyerahan berlangsung di Gedung Auditorium Kementerian PUPR
Jalan Pattimura Nomor 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. (“”)